Laman

Minggu, 28 April 2013

Resensi Buku : 33 Dongeng tentang Kehebatan Ibu




Judul buku                   : 33 Dongeng Tentang       Kehebatan Ibu
No. ISBN                     : 9797991865 
Penulis                         : Nuri Mentari Dini
Tanggal Terbit              : September - 2012 
Penerbit                        : TransMedia Pustaka 
Jumlah halaman            : iii + 69 hlm
Ukuran                          : 19 x 24 cm
Kategori                        : Orang tua dan Anak
Text bahasa                   : Bahasa Indonesia
Edisi                             : Cetakan pertama

Saat saya melihat buku ini di deretan buku-buku dongeng, saya teringat dengan pengorbanan seorang ibu. Ibu.... siapa yang tak kenal dengan sebutan itu. Sebutan untuk seorang perempuan yang melahirkan, membesarkan, merawat, menjaga, memelihara, menasihati, serta mendidik anak-anaknya sampai titik darah penghabisannya. Ibu rela tidak tidur, demi menemani anaknya yang masih kecil yang menangis di tengah malam. Ibu, yang ketika anaknya sakit beliau rela tidak tidur untuk menjaga anaknya.
"Kasih sejak seorang ibu tiada bandingan besarnya"
"Seorang ibu sejati akan berkorban apa pun demi anaknya"
"Jangan pernah meremehkan orangtua hanya karena penampilannya"
“Kasih sayang orang tua sulit terbalas dengan kebaikan apa pun juga”
“Setiap pengorbanan yang tulus akan berubah kebahagiaan”
Pesan moral nan bijak seperti itulah yang harus ditanamkan pada anak-anak kecil sejak dini. Buku ini memberikan nilai-nilai penuh bijaksana lainnya melalui dongeng cinta kasih dan kehebatan seorang ibu. Apalagi diceritakan dengan ringan dan menarik sehingga anak-anak kecil akan cerdas budi pekerti, emosional, visual, dan imajinasi.
Di dalamnya terdapat 33 kisah cinta dan sayang seorang ibu yang tak pernah lekang oleh waktu. Kisah tersebut diambil dari berbagai negeri, antara lain Indonesia, Cina, Jepang, Inggris, India, dan Arab. Perpaduan kisah bernuansa Tradisional Indonesia, Oriental, Barat, dan Timur Tengah.  
Dalam buku 33 dongeng tentang kehebatan ibu ini juga, terdapat pesan moral nan bijak untuk dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Agar nantinya sang anak akan mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu juga, buku ini dapat menjadikan anak-anak patuh dan menghormati jasa-jasa dan pengorbanan orang tua mereka, terutama ibu.
Namun kelemahan buku ini adalah kurangnya penggambaran alur yang diceritakan, sehingga anak-anak diharuskan memiliki daya imajinasi yang cukup tinggi untuk memahami cerita-cerita tersebut. 
Buku ini sangat bermanfaat dan cocok untuk dibaca oleh anak-anak karena banyak sekali pesan moral yang terkandung di dalam cerita-cerita yang ada dalam buku ini. Dan juga buku ini dapat digunakan untuk mendongengkan anak-anak sebelum mereka terlelap tidur.

Sejarah Bahasa Indonesia



          Bahasa Indonesia adalah bahasa yang digunakan hampir seluruh warga negaranya. Bahasa Indonesia pun dipelajari di bangku sekolah dari tingkat dasar sampai ke perguruan tinggi. Bahkan, Bahasa Indonesia juga digunakan di lembaga-lembaga pemerintahan, surat kabar, media elektronik, surat resmi, perangkat lunak, dan berbagai macam kegiatan lainnya. Bahasa Indonesia juga digunakan sebagai bahasa persatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, Bahasa Indonesia tidak dianggap sebagai bahasa ibu oleh mayoritas masyarakatnya, karena mereka menganggap bahasa daerahlah yang menjadi bahasa ibu.
            Bahasa Indonesia lahir pada saat Sumpah Pemuda, yaitu pada tanggal 28 Oktober 1928. Karena pada saat itu para pemuda Indonesia dari berbagai pelosok nusantara mengikrarkan bahwa mereka akan “menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia” (sumpah pemuda unsur ketiga). Maka, Bahasa Indonesia pun dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara, sehari setelah teks proklamasi dibacakan, yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945. Karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa  Bahasa negara ialah bahasa Indonesia (Bab XV, Pasal 36).
Dari segi bahasa, Bahasa Indonesia adalah sejenis dengan bahasa melayu, sebuah bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern. Dasar yang digunakan adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19, namun mengalami perkembangan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja dan proses pembakuan di awal abad ke-20. Sampai saat ini, bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan, maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Pengucapan dan tata bahasa bahasa Indonesia dianggap relatif mudah.  Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. Sehingga warga negara asing pun tertarik untuk mempelajari bahasa Indonesia. Bahkan tertarik juga untuk menjadi warga negara Indonesia.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara sejak abad ke-7. Bukti yang menyatakan itu ialah dengan ditemukannya prasasti di Kedukan Bukit berangka tahun 683 M (Palembang), Talang Tuwo berangka tahun 684 M (Palembang), Kota Kapur berangka tahun 686 M (Bangka Barat), dan Karang Brahi berangka tahun 688 M (Jambi). Prasasti  itu bertuliskan huruf Pranagari berbahasa Melayu Kuno. Bahasa Melayu Kuno itu tidak hanya dipakai pada zaman Sriwijaya karena di Jawa Tengah (Gandasuli) juga ditemukan prasasti berangka tahun 832 M dan di Bogor ditemukan prasasti berangka tahun 942 M yang juga menggunakan bahasa Melayu Kuno.
Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan, yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha. Bahasa Melayu juga dipakai sebagai bahasa perhubungan antarsuku di Nusantara dan sebagai bahasa perdagangan, baik sebagai bahasa antarsuku di Nusantara maupun sebagai bahasa yang digunakan terhadap para pedagang yang datang dari luar Nusantara.
Perkembangan dan pertumbuhan bahasa Melayu terlihat semakin jelas dari peninggalan kerajaan Islam, baik yang berupa batu bertulis, seperti tulisan pada batu nisan di Minye Tujoh, Aceh, berangka tahun 1380 M, maupun hasil susastra (abad ke-16 dan ke-17), seperti Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Tajussalatin, dan Bustanussalatin.
Bahasa Melayu menyebar ke seluruh pelosok Nusantara bersamaan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa perhubungan antarpulau, antarsuku, antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak mengenal tingkat tutur.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bentuk resmi bahasa Melayu karena dipakai oleh Kesultanan Malaka, yang kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Alfred Russel Wallace menuliskan di Malay Archipelago bahwa "penghuni Malaka telah memiliki suatu bahasa tersendiri yang bersumber dari cara berbicara yang paling elegan dari negara-negara lain, sehingga bahasa orang Melayu adalah bahasa yang paling indah, tepat, dan dipuji di seluruh dunia Timur. Bahasa mereka adalah bahasa yang digunakan di seluruh Hindia Belanda." Selanjutnya, Jan Huyghen van Linschoten, di dalam buku Itinerario ("Perjalanan") karyanya, menuliskan bahwa "Malaka adalah tempat berkumpulnya nelayan dari berbagai negara. Mereka lalu membuat sebuah kota dan mengembangkan bahasa mereka sendiri, dengan mengambil kata-kata yang terbaik dari segala bahasa di sekitar mereka. Kota Malaka, karena posisinya yang menguntungkan, menjadi tempat yang utama di kawasan tenggara Asia, bahasanya yang disebut dengan Melayu menjadi bahasa yang paling sopan dan paling pas di antara bahasa-bahasa di Timur Jauh."
Bahasa Melayu yang digunakan di seluruh wilayah Nusantara semakin berkembang dan bertambah kukuh keberadaannya. Bahasa Melayu yang digunakan di seluruh daerah di wilayah Nusantara dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh corak budaya daerah. Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari bahasa Sanskerta, bahasa Persia, bahasa Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Kongres Bahasa Indonesia pertama telah menetapkan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu Riau, begitu pula dengan negara serumpun lain seperti Malaysia mengakui bahwa bahasa Melayu standar adalah bahasa Melayu Riau-Johor.

Sumber :